Akhlak Mulia Adalah Misi Utama Rasulullah
Akhlak Mulia adalah Misi utama rasulullah
(oleh: KH umar fanani)
(oleh: KH umar fanani)
Di antara sekian banyak rahmat dan karunia yang dilimpahkan Allah, kepada umat manusia di jagat raya ini adalah kehadiran Rasulullah SAW di tengah-tengah kita. Allah SWT berfirman dalam surat al Anbiya' : 107 yang maknanya: Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
Rahmat adalah karunia Allah yang mendatangkan manfaat ketenangan, ketentraman, dan kebahagiaan hidup kita. Rahmat memang bertingkat-tingkat. Ada yang kecil, sedang dan ada yang besar. Kehadiran Rasulullah SAW dengan membawa ajaran Ilaahi, yang akan menegakkan akhlakul karimah, merupakan nilai-nilai yang sangat luhur, karena akhlak yang dibawa oleh Rasulullah SAW bukan saja sesuai dengan fitrah manusia, tetapi juga sesuai dengan fitrah kehidupan alam semesta ini. Akhlak yang sempurna dan lengkap yang diridhoi oleh Allah SWT, maka akhlak Rasulullah adalah ajaran Islam itu sendiri. Kalau Islam dinyatakan oleh Allah SWT, sebagai agama yang sempurna dan satu-satunya agama yang diridhoi oleh Allah, maka akhlak Rasulullah pun demikian.
Suatu ketika 'Aisyah, istri Rasulullah ditanya oleh sahabat beliau tentang akhlak Rasulullah. 'Aisyah menjawab: "Kaana khuluquhul quran" (akhlak beliau adalah ajaran-ajaran Al-Quran). Jadi Rasulullah SAW adalah teladan manusia Qur'any. Kalau kita ingin melihat Al-Qur'an hidup, Al-Qur'an berjalan adalah pada diri Rasulullah SAW. Oleh karena itu, kalau ingin meneladani akhlak Rasulullah, tentu harus mempelajari sirah nabawiyah, (perikehidupan rasulullah). Allah SWT telah menyatakan tentang keluhuran akhlak beliau, sebagaimana diterangkan dalam surat al-Qolam : 4 "wa innaka la'alaa khuluqin 'azhiim" (dan sungguh kamu benar-benar berbudi pekerti yang Agung). Dalam sejarah bangsa Arab yang dikenal dengan bangsa yang mengembangkan nilai-nilai jahiliyah, nilai-nilai hidup yang didominasi oleh nafsu syaithoniyah. Mereka menyembah berhala, menyembah selain Allah SWT. Berbagai kemaksiatan dan kezaliman merajalela di tengah-tengah masyarakat tersebut. Namun demikian, nurani mereka tetap mengakui adanya akhlak yang terpuji, mereka menghargai dan segan terhadap Rasulullah SAW, yang saat itu, masih muda belia, saat beliau belum diangkat sebagai utusan pada usia yang ke 35, saat masyarakat telah mengenal siapa Muhammad, dengan segala perangainya yang luhur, budi pekerti yang penuh kebaikan; amanah, jujur, lemah lembut. Yang sangat menonjol adalah keamanahan beliau, sehingga masyarakat jahiliyah saat itu memberikan gelar kepada beliau dengan gelar al-amin (orang yang terpercaya). Sepanjang yang saya ketahui tidak ada manusia yang pernah memperoleh gelar dari masyarakatnya sendiri, maupun dari tokoh bangsawannya, melainkan Rasulullah SAW.
Kita ingin mengetahui sedikit bagaimana perjuangan rasulullah dalam mengubah masyarakat jahiliyah menjadi Islamiyah yang berakhlakul karimah. Umat yang memiliki nilai-nilai kehidupan yang luhur, yang datang dari ALLah. Kondisi masyarakat yang hancur moral dan akhlaknya yang digambarkan oleh Al-Qur'an dalam surat Ali -Imran ayat 103, dimana kondisi mereka hampir-hampir hancur dan tenggelam ke dalam neraka.
Jadi akhlak Rasulullah adalah ajaran Islam itu sendiri, bagaimana berakhlak terhadap Allah, berakhlak terhadap sesama, berakhlak terhadap rekan-rekannya, juga bagaimana akhlak Rasulullah dengan istri dan keluarganya.
Di antara akhlak Rasulullah terhadap Allah SWT, 'Aisyah menceritakan: Suatu ketika ditengah malam 'Aisyah merasa kehilangan Rasulullah ditempat tidurnya, setelah diraba-raba, tidak ditemukan, ternyata dijumpainya beliau sedang shalat. Usai shalat, 'Aisyah bertanya: "Ya Rasulullah Anda adalah orang yang sudah dijamin oleh Allah dengan surgaNya, Anda juga ma'shum (terjaga dari dosa), diampuni oleh Allah, namun kenapa anda terus melakukan shalat sampai nyaris, kaki anda bengkak? Beliau menjawab: afala uhibba, an akuuna 'abadan syakuuraa (apakah aku tidak senang, kalau aku berpredikat sebagai hamba Allah yang pandai bersyukur?).
Jadi, cara bersyukur Rasulullah adalah dengan mengabdi dan beribadah kepada Allah dengan sebanyak-banyaknya. Lalu bagaimana dengan kita, yang dosanya senantiasa bertambah, sementara jaminan surga juga tidak ada?
Ibnu Umar juga pernah menanyakan kepada 'Aisyah: "Ya 'Aisyah! beritahukan kepadaku hal-hal yang menakjubkan pada diri Rasullulah SAW yang pernah engkau saksikan". 'Aisyah sambil menangis menjawab: "Kullu amrihi kaana 'ajaban" (semua urusan Rasulullah, semua hal ikhwal beliau sangat mengagumkan). Suatu malam aku mnedatangi beliau karena memang malam itu giliranku. Aku menjumpai beliau, kulitku besentuhan dengan kulit beliau, kemudian beliau bekata: "Dzarinii ata'abbadu lirobbi 'azza wajalla" (biarkan aku beribadah kepada Tuhanku yang Maha perkasa. 'Aisyah pun berkata: walloohi inii uhibbu an ta'budalloh (sungguh demi Allah aku senang melihat engkau mendekatkan diri kepada Allah untuk beribadah). Selanjutnya diceritakan, Rasulullah pun kemudian turun mengambil air wudlu, mempergunakan air secukupnya. Menjelang subuh dia bangkit untuk menunaikan shalat qoblal fajar, beliau menangis sehingga dagunya basah, ketika sujud beliaupun menangis sehingga tempat sujudnya basah. Lalu beliau berbaring menunggu waktu subuh, beliau tetap menangis, sampai bilal, sang muadzin datang memberitahukan bahwa waktu subuh telah datang. Kemudian bilal melihat wajah Rasulullah bengkak, sembab. Dan bilal pun bertanya: Ya Rasulullah maa yabkiika, wa qod ghofarolloohu laka maa taqoddama min dzanbika wa maa ta-akh-khoro" (wahai baginda Rasul, mengapa anda menangis? Bukankah Allah telah mengampuni segala dosa anda yang dahulu maupun yang akan datang). Beliau menjawab: "Waihaka yaa Bilal, wa maa yamna'unii 'an 'abdi, waqod anzalalloohu 'alaiyya fii hazihil lailaa" (Wahai Bilal, celakalah, mengapa aku tidak menangis, padahal malam ini, Allah telah menurunkan kepadaku firmanNya (surat Ali-Imran ayat: 190) "Sungguh dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal". Kemudian Rasulullah bersabda: "Wailun liman qoroaha, walam yatafakkar fiiha (sungguh celaka orang yang membacanya tanpa memikirkan maknanya). Demikian secuil dari akhlak Rasulullah terhadap Allah SWT.
Kemudian Anas bin Malik menceritakan bahwa dia bersama Rasulullah untuk mengabdi hampir 10 tahun. Selama itu Rasulullah tidak pernah menegurnya dengan cara yang kasar. Kalau dia tidak melakukan sesuatu, Rasul pun tidak bertanya mengapa engkau tidak melakukan itu, kalau dia tidak melakukan sesuatu, Rasulullah juga tidak menegurnya mengapa engkau tidak begini dan begitu. Beliau tidak menegur dengan cara yang kasar, beliau sangat lemah lembut. Itulah sekilas gambaran sifat Rasulullah sehingga mengapa beliau diberi gelar al-amin.
Note.
Mohon ma'af dan koreksinya jika ada kesalahan dalam pengutipan ayat-ayat Al-Qur'an di atas. Tulisan ini saya retype ulang dari selebaran dakwah Masjid Al-Akbar surabaya
Rahmat adalah karunia Allah yang mendatangkan manfaat ketenangan, ketentraman, dan kebahagiaan hidup kita. Rahmat memang bertingkat-tingkat. Ada yang kecil, sedang dan ada yang besar. Kehadiran Rasulullah SAW dengan membawa ajaran Ilaahi, yang akan menegakkan akhlakul karimah, merupakan nilai-nilai yang sangat luhur, karena akhlak yang dibawa oleh Rasulullah SAW bukan saja sesuai dengan fitrah manusia, tetapi juga sesuai dengan fitrah kehidupan alam semesta ini. Akhlak yang sempurna dan lengkap yang diridhoi oleh Allah SWT, maka akhlak Rasulullah adalah ajaran Islam itu sendiri. Kalau Islam dinyatakan oleh Allah SWT, sebagai agama yang sempurna dan satu-satunya agama yang diridhoi oleh Allah, maka akhlak Rasulullah pun demikian.
Suatu ketika 'Aisyah, istri Rasulullah ditanya oleh sahabat beliau tentang akhlak Rasulullah. 'Aisyah menjawab: "Kaana khuluquhul quran" (akhlak beliau adalah ajaran-ajaran Al-Quran). Jadi Rasulullah SAW adalah teladan manusia Qur'any. Kalau kita ingin melihat Al-Qur'an hidup, Al-Qur'an berjalan adalah pada diri Rasulullah SAW. Oleh karena itu, kalau ingin meneladani akhlak Rasulullah, tentu harus mempelajari sirah nabawiyah, (perikehidupan rasulullah). Allah SWT telah menyatakan tentang keluhuran akhlak beliau, sebagaimana diterangkan dalam surat al-Qolam : 4 "wa innaka la'alaa khuluqin 'azhiim" (dan sungguh kamu benar-benar berbudi pekerti yang Agung). Dalam sejarah bangsa Arab yang dikenal dengan bangsa yang mengembangkan nilai-nilai jahiliyah, nilai-nilai hidup yang didominasi oleh nafsu syaithoniyah. Mereka menyembah berhala, menyembah selain Allah SWT. Berbagai kemaksiatan dan kezaliman merajalela di tengah-tengah masyarakat tersebut. Namun demikian, nurani mereka tetap mengakui adanya akhlak yang terpuji, mereka menghargai dan segan terhadap Rasulullah SAW, yang saat itu, masih muda belia, saat beliau belum diangkat sebagai utusan pada usia yang ke 35, saat masyarakat telah mengenal siapa Muhammad, dengan segala perangainya yang luhur, budi pekerti yang penuh kebaikan; amanah, jujur, lemah lembut. Yang sangat menonjol adalah keamanahan beliau, sehingga masyarakat jahiliyah saat itu memberikan gelar kepada beliau dengan gelar al-amin (orang yang terpercaya). Sepanjang yang saya ketahui tidak ada manusia yang pernah memperoleh gelar dari masyarakatnya sendiri, maupun dari tokoh bangsawannya, melainkan Rasulullah SAW.
Kita ingin mengetahui sedikit bagaimana perjuangan rasulullah dalam mengubah masyarakat jahiliyah menjadi Islamiyah yang berakhlakul karimah. Umat yang memiliki nilai-nilai kehidupan yang luhur, yang datang dari ALLah. Kondisi masyarakat yang hancur moral dan akhlaknya yang digambarkan oleh Al-Qur'an dalam surat Ali -Imran ayat 103, dimana kondisi mereka hampir-hampir hancur dan tenggelam ke dalam neraka.
Jadi akhlak Rasulullah adalah ajaran Islam itu sendiri, bagaimana berakhlak terhadap Allah, berakhlak terhadap sesama, berakhlak terhadap rekan-rekannya, juga bagaimana akhlak Rasulullah dengan istri dan keluarganya.
Di antara akhlak Rasulullah terhadap Allah SWT, 'Aisyah menceritakan: Suatu ketika ditengah malam 'Aisyah merasa kehilangan Rasulullah ditempat tidurnya, setelah diraba-raba, tidak ditemukan, ternyata dijumpainya beliau sedang shalat. Usai shalat, 'Aisyah bertanya: "Ya Rasulullah Anda adalah orang yang sudah dijamin oleh Allah dengan surgaNya, Anda juga ma'shum (terjaga dari dosa), diampuni oleh Allah, namun kenapa anda terus melakukan shalat sampai nyaris, kaki anda bengkak? Beliau menjawab: afala uhibba, an akuuna 'abadan syakuuraa (apakah aku tidak senang, kalau aku berpredikat sebagai hamba Allah yang pandai bersyukur?).
Jadi, cara bersyukur Rasulullah adalah dengan mengabdi dan beribadah kepada Allah dengan sebanyak-banyaknya. Lalu bagaimana dengan kita, yang dosanya senantiasa bertambah, sementara jaminan surga juga tidak ada?
Ibnu Umar juga pernah menanyakan kepada 'Aisyah: "Ya 'Aisyah! beritahukan kepadaku hal-hal yang menakjubkan pada diri Rasullulah SAW yang pernah engkau saksikan". 'Aisyah sambil menangis menjawab: "Kullu amrihi kaana 'ajaban" (semua urusan Rasulullah, semua hal ikhwal beliau sangat mengagumkan). Suatu malam aku mnedatangi beliau karena memang malam itu giliranku. Aku menjumpai beliau, kulitku besentuhan dengan kulit beliau, kemudian beliau bekata: "Dzarinii ata'abbadu lirobbi 'azza wajalla" (biarkan aku beribadah kepada Tuhanku yang Maha perkasa. 'Aisyah pun berkata: walloohi inii uhibbu an ta'budalloh (sungguh demi Allah aku senang melihat engkau mendekatkan diri kepada Allah untuk beribadah). Selanjutnya diceritakan, Rasulullah pun kemudian turun mengambil air wudlu, mempergunakan air secukupnya. Menjelang subuh dia bangkit untuk menunaikan shalat qoblal fajar, beliau menangis sehingga dagunya basah, ketika sujud beliaupun menangis sehingga tempat sujudnya basah. Lalu beliau berbaring menunggu waktu subuh, beliau tetap menangis, sampai bilal, sang muadzin datang memberitahukan bahwa waktu subuh telah datang. Kemudian bilal melihat wajah Rasulullah bengkak, sembab. Dan bilal pun bertanya: Ya Rasulullah maa yabkiika, wa qod ghofarolloohu laka maa taqoddama min dzanbika wa maa ta-akh-khoro" (wahai baginda Rasul, mengapa anda menangis? Bukankah Allah telah mengampuni segala dosa anda yang dahulu maupun yang akan datang). Beliau menjawab: "Waihaka yaa Bilal, wa maa yamna'unii 'an 'abdi, waqod anzalalloohu 'alaiyya fii hazihil lailaa" (Wahai Bilal, celakalah, mengapa aku tidak menangis, padahal malam ini, Allah telah menurunkan kepadaku firmanNya (surat Ali-Imran ayat: 190) "Sungguh dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal". Kemudian Rasulullah bersabda: "Wailun liman qoroaha, walam yatafakkar fiiha (sungguh celaka orang yang membacanya tanpa memikirkan maknanya). Demikian secuil dari akhlak Rasulullah terhadap Allah SWT.
Kemudian Anas bin Malik menceritakan bahwa dia bersama Rasulullah untuk mengabdi hampir 10 tahun. Selama itu Rasulullah tidak pernah menegurnya dengan cara yang kasar. Kalau dia tidak melakukan sesuatu, Rasul pun tidak bertanya mengapa engkau tidak melakukan itu, kalau dia tidak melakukan sesuatu, Rasulullah juga tidak menegurnya mengapa engkau tidak begini dan begitu. Beliau tidak menegur dengan cara yang kasar, beliau sangat lemah lembut. Itulah sekilas gambaran sifat Rasulullah sehingga mengapa beliau diberi gelar al-amin.
Note.
Mohon ma'af dan koreksinya jika ada kesalahan dalam pengutipan ayat-ayat Al-Qur'an di atas. Tulisan ini saya retype ulang dari selebaran dakwah Masjid Al-Akbar surabaya